Senin, 04 Maret 2013

Ibu




Ibu dulu aku pernah sendiri bertanya dalam gelap... apa beda sebutir air dalam daun dengan sebutir debu di dinding kusam? Dulu, tiada yang bisa memberi jawabnya. Apa bedanya? Tak ada. Sama sekali tak ada bedanya... keduanya sama-sama keniscayaan kekuasaan-Nya. Keduanya sama-sama men-sucikan, meski hakekat dan fisiknya jelas berbeda.
Ibu, dulu aku pernah sendiri bertanya dalam sesak.... apa bedanya tau dan tidak tau? Apa bedanya mengenal dengan tidak mengenal? Apa bedanya ada dan tiada? Apa bedanya sekarang dan kemarin, satu jam yang lalu, satu menit yang lalu, satu detik yang lalu? Dulu tiada yang bisa memberi jawabnya. Hari ini aku juga tetap tidak tau, tetap tidak tahu begitu banyak potongan pertanyaan. Tapi tak mengapa. Setidaknya tetap bisa melihat, mendengar, dan terus berfikir. Ada banyak yang tidak lagi. Tepatnya membutakan diri. Menulikan kepala. Atau membebalkan hati...
Ibu, sudah lama aku ingin merasakan kekuatan itu.. tadi pagi kekuatan itu kembali. Kembali begitu saja setelah bertahun-tahun pergi dengan segala kesedihan. Begitu menghentak, begitu mengejutkan, membasahi seluruh tubuh, merasuk dalam segenap aliran darah. Aku bisa merasakannya lagi. Bisa berfikir, kekuatan itu kembali lagi ibu.
Ibu perasaanku seperti ada seribu jarum akupuntur menusuk tubuh, benar benar membuat sesak. Seandainya kau ada disini untuk tahu dan melihat sendiri perasaan seperti itu!
Ibu rasa nyaman selalu mebuat orang-orang sulit berubah. Celakanya, kami terkadang tidak sadar kalau kami sudah terjebak rasa nyaman itu... padahal diluar sana, ditengah hujan deras, petir, guntur, janji kehidupan yang lebih baik barang kali sudah menanti. Kami justru behenti dan bertahan di pondok reot dengan atap rumbia yang tapias dimana mana, merasa nyaman, selalu mencari alasan berkata tidak untuk perubahan itu.
Ibu, rasa takut juga sering kali mebuat orang sulit berubah. Celakanya, kami sering kali tidak tahu kalau semua yang kami takuti hanyalah sesuatu yang bahkan tidak pernah terjadi... kami hanya gentar oleh sesuatu yang boleh jadi ada, boleh jadi tidak. Hanya mereka-reka lantas menguntai kekuatan itu, bahkan kami sendiri tega menciptakan rasa takut itu, menjadikannya tameng untuk tidak mau berubah ataupun bergerak.
Ibu semua urusan ini belum sedikitpun terlihat ujung terangnya... kalimat itu benar sekali, jika ingin menyembuhkan bisul, pecahkan saja sekalian! Sakit memang. Tapi cepat atau lambat bisul itu juga tetap akan pecah... berfikir terlalu panjang, berhitung terlalu rumit! Padahal setelah bisulnya pecah malah berseru lega. Benar benar omong kosong menyedihkan manusia yang setiap hari justru sombong atas kehebatan otaknya.
Ibu bagi musafir setelah melakukan perjalanan jauh melelahkan, penuh sakit, sendiri, dan sesak, sebuah pemberhentian kecil selalu menjadi oase sejuk pelepas dahaga.... setelah keseharian yang penat, rutinitas yang menjemukan, sebuah kabar gembira kecil selalu menjadi selingan yang menyenangkan... juga setelah semua penderitaan, semua rasa putus asa melewati lorong panjang nan gelap, sebuah titik cahaya, sekecil apapun nyalanya, selalu menjadi kabar baik. Janji-janji perubahan...
Padahal itu selalu terjadi pada kami. Pemberhentian kecil. Kabar gembira. Titik cahaya. Setiap hari kamu menemuinya. Masalahnya kami selalu lalai mengenalinya, kecuali itu benar-benar sebuah kejadian yang luar biasa... atau jangan-jangan kami terlalu bebal untuk menyadarinya, mengetahui pernah-pernik kehidupan yang selalu di penuhi janji perubahan...
ibu kami juga lalai untuk mengerti, terkadang setelah pemberhentian kecil menyenangkan itu, justru jalanan menikung, penuh jurang dan onak telah siap menunggu. Terkadang setelah selingan yang menyenangkan itu, beban dan rutinitas menjemukan semakin menyebalkan. Terkadang setelah titik cahaya kecil itu, gelap-gulita sempurna siap mengungkung ... membuat semuanya semakin terasa sesak, sakit, dan penuh putus asa.
Tapi tidak mengapa Ibu... setidaknya hari ini, pagi ini, biarkanlah kami bergembira atas kabar baik ini. Andai saja sampai saat ini kau masih disini ibu, berdiri tersenyum melihat putrinya berhasil melepaskan diri dari kehidupan nan kelam itu.

0 komentar:

Posting Komentar